PERAN
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM PERKEMBANGAN PERMUKIMAN PERKOTAAN YANG LEBIH
PROGRESIF
Noor Hamidah
|
Abstrak
Paper ini
menyoroti beberapa catatan peran Geographic Information System (GIS)/ Sistem
Informasi Geografis (SIG) yang berkaitan dengan manajemen perkotaan. Beberapa
kemungkinan pemanfaatan SIG baik sebagai alat untuk melakukan prediksi-prediksi
dan perencanaan jangka panjang maupun monitoring secara rutin perkembangan dan
persoalan permukiman perkotaan. Fokus paper ini ialah melihat perkembangan
permukiman perkotaan harus dikembangkan secara lebih progresif, peran SIG
merupakan sarana yang tepat untuk mendukung tercapainya tujuan pengelolaan dan
monitoring permukiman perkotaan yang efisien dan berkeadilan dalam penguasaan,
pemilikan dan pemanfaataan tanah untuk permukiman. Persoalan pemanfaatan SIG
tidak hanya pada segi teknis melainkan lebih pada aspek-aspek institusi,
termasuk didalamnya pandangan dan perilaku stakeholders dan urban
planner yang berkecimpung dalam manejemen perkotaan. SIG sebagai “tool”
bersifat objektif akan sangat ditentukan oleh kepekaan para manajer kota (stakeholders
dan urban planner) untuk mendeteksi apa sebenarnya persoalan yang paling
kritis dihadapi oleh permukiman perkotaan di Indonesia.
Kata Kunci: Sistem Informasi
Geografi, Permukiman, Manajemen Perkotaan
PENDAHULUAN
Berbicara
mengenai manajemen perkotaan tidaklah lepas dari konsep pembangunan
berkelanjutan (sustainability
development) yakni pengelolaan dan penggunaan tanah secara rinci sebagai
suatu proses pembangunan dengan cara mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam
dan sumberdaya manusia secara berkelanjutan (menyerasikan aktivitas manusia
sesuai kemampuan sumberdaya alam) untuk memenuhi kebutuhan generasi masa kini dan
generasi masa mendatang (Sugandhy, 2009:26). Pembangunan berkelanjutan
dinyatakan secara tegas oleh UN-HABITAT di Stockholm, Swedia tahun 1987 yakni: “Sustainable development is the development that meets
the needs of presents without compromising the ability of future generations to
meet their own needs.”(WCED, 1987:8).
Konsep pembangunan berkelanjutan (sustainability development) di
Indonesia ialah fokus pada penggunaan tanah untuk permukiman. Tanah merupakan elemen dasar pembangunan rumah
sebagai entry point dalam proses pembangunan. Tanah berfungsi sebagai ruang dan
tempat manusia
berbudaya. Pemanfaatan dan pengembangan tanah tersirat dalam UUD 1945 Pasal 33
ayat 3 berbunyi bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Penjabaran dari isi UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 ini mengartikan bahwa: (1) tanah
merupakan sumber yang langka, dimana pengelolaannya harus diawasi oleh
masyarakat demi kepentingan bersama; (2) Perubahan dalam penggunaan tanah
terutama dari tanah pertanian untuk tanah permukiman harus berdasarkan
peraturan dan diawasi masyarakat; dan (3) tanah milik masyarakat harus dipakai
untuk mengamankan dan mengendalikan urbanisasi.
Mencermati
konsep pembangunan berkelanjutan di atas sejalan dengan proses pembangunan
nasional serta perkembangan permukiman perkotaan di Indonesia, dikenal sebagai
proses pembangunan manajemen perkotaan ke depannya menghadapi lima persoalan
penting, yaitu: (1) persoalan mengenai dinamika perkembangan permukiman perkotaan
yang semakin sulit diantisipasi dan diprediksi, mengakibatkan model-model manajemen
(permukiman) perkotaan yang cenderung pasif dan hanya mengandalkan mekanisme
perijinan dan peraturan saja, selama ini dianggap tidak memadai. Banyak
perubahan yang tidak dapat diprediksikan menuntut pengelola kota (urban
planner) untuk selalu melakukan inovasi dan bersifat terbuka terhadap
alternatif-alternatif baru untuk mengantisipasi perkembangan permukiman kota;
(2) konflik ruang semakin meningkat pada beberapa dasawarsa mendatang. Konflik
ini terutama disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan ruang perkotaan untuk
berbagai kepentingan (salah satu ruang untuk permukiman) di satu sisi, serta
kecenderungan tidak efektifnya model-model konvensional rencana ruang yang
cenderung terlalu kaku dan deterministik di sisi lain; (3) Persoalan
batas-batas administratif negara dan kota yang semakin kabur, terutama
kaitannya terhadap pola investasi global yang cenderung diluar batas
“kesanggupan” pengelola administrasi negara dan kota untuk mengarahkannya;
Persoalan selanjutnya merupakan konsekuensi wajar dari ketiga persoalan diatas
yakni menyangkut persoalan lingkungan dan kesenjangan ekonomi sosial.
Proses-proses perkembangan dan perubahan ruang yang begitu cepat dan tidak
dapat diprediksi, seringkali diikuti efek-efek negatif terhadap lingkungan perkotaan
meliputi: (a) penurunan pemantauan pada konservasi lahan-lahan produktif; (b)
penurunan kualitas lingkungan; (b) ketidakpekaan pada persoalan limbah; dan (d)
pemborosan pemanfaatan ruang. Proses perkembangan perkotaan yang sangat
komersial dan cenderung didasarkan pada mekanisme pasar bebas sekarang berdampak
pada semakin lebarnya kesenjangan baik secara ekonomis maupun sosial masyarakat
kota seperti akses tanah untuk publik (terbatasnya tanah untuk kepentingan
publik). Kesenjangan ini, apabila tidak ditangani secara serius akan berdampak
pada maraknya gejolak dan pergeseran masyarakat kota yang bersifat destruktif (Lim et.al., 1987).
Berdasarkan
dari kelima persoalan yang dipaparkan di atas tadi, paper ini mencoba menjawab
pertanyaan umum mengenai manajemen tanah untuk permukiman perkotaan serta
kemungkinan aplikasi GIS untuk menjembatani tercapainya tujuan manajemen tanah
perkotaan yang progresif. Bahan diskusi mengenai manajemen tanah perkotaan,
perlu kiranya dijabarkan melalui pertanyaan-pertanyaan penting untuk dikaji lebih
jauh dalam paper ini, yaitu: (1) Apa arti manajemen perkotaan, apa cakupannya
dan mengapa manajemen tanah perkotaan untuk permukiman lebih krusial untuk
dibahas?; (2) Bagaimanakah peran SIG dalam menunjang manajemen tanah perkotaan terutama
untuk mengatasi persoalan permukiman?; (3) Apa prasyarat yang perlu disiapkan
untuk dapat mengaplikasikan SIG secara optimal?; dan (4) Apakah SIG dapat
mendukung tujuan utama manajemen tanah perkotaan untuk permukiman?