Selasa, 20 Oktober 2015

PERAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM PERKEMBANGAN PERMUKIMAN PERKOTAAN YANG LEBIH PROGRESIF

Noor Hamidah


  
Abstrak

Paper ini menyoroti beberapa catatan peran Geographic Information System (GIS)/ Sistem Informasi Geografis (SIG) yang berkaitan dengan manajemen perkotaan. Beberapa kemungkinan pemanfaatan SIG baik sebagai alat untuk melakukan prediksi-prediksi dan perencanaan jangka panjang maupun monitoring secara rutin perkembangan dan persoalan permukiman perkotaan. Fokus paper ini ialah melihat perkembangan permukiman perkotaan harus dikembangkan secara lebih progresif, peran SIG merupakan sarana yang tepat untuk mendukung tercapainya tujuan pengelolaan dan monitoring permukiman perkotaan yang efisien dan berkeadilan dalam penguasaan, pemilikan dan pemanfaataan tanah untuk permukiman. Persoalan pemanfaatan SIG tidak hanya pada segi teknis melainkan lebih pada aspek-aspek institusi, termasuk didalamnya pandangan dan perilaku stakeholders dan urban planner yang berkecimpung dalam manejemen perkotaan. SIG sebagai “tool” bersifat objektif akan sangat ditentukan oleh kepekaan para manajer kota (stakeholders dan urban planner) untuk mendeteksi apa sebenarnya persoalan yang paling kritis dihadapi oleh permukiman perkotaan di Indonesia.

Kata Kunci: Sistem Informasi Geografi, Permukiman, Manajemen Perkotaan

PENDAHULUAN
Berbicara mengenai manajemen perkotaan tidaklah lepas dari konsep pembangunan berkelanjutan (sustainability development) yakni pengelolaan dan penggunaan tanah secara rinci sebagai suatu proses pembangunan dengan cara mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia secara berkelanjutan (menyerasikan aktivitas manusia sesuai kemampuan sumberdaya alam) untuk memenuhi kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa mendatang (Sugandhy, 2009:26). Pembangunan berkelanjutan dinyatakan secara tegas oleh UN-HABITAT di Stockholm, Swedia tahun 1987 yakni: “Sustainable development is the development that meets the needs of presents without compromising the ability of future generations to meet their own needs.”(WCED, 1987:8).
Konsep pembangunan berkelanjutan (sustainability development) di Indonesia ialah fokus pada penggunaan tanah untuk permukiman. Tanah merupakan elemen dasar pembangunan rumah sebagai entry point dalam proses pembangunan. Tanah berfungsi sebagai ruang dan tempat manusia berbudaya. Pemanfaatan dan pengembangan tanah tersirat dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 berbunyi bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Penjabaran dari isi UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 ini mengartikan bahwa: (1) tanah merupakan sumber yang langka, dimana pengelolaannya harus diawasi oleh masyarakat demi kepentingan bersama; (2) Perubahan dalam penggunaan tanah terutama dari tanah pertanian untuk tanah permukiman harus berdasarkan peraturan dan diawasi masyarakat; dan (3) tanah milik masyarakat harus dipakai untuk mengamankan dan mengendalikan urbanisasi.
Mencermati konsep pembangunan berkelanjutan di atas sejalan dengan proses pembangunan nasional serta perkembangan permukiman perkotaan di Indonesia, dikenal sebagai proses pembangunan manajemen perkotaan ke depannya menghadapi lima persoalan penting, yaitu: (1) persoalan mengenai dinamika perkembangan permukiman perkotaan yang semakin sulit diantisipasi dan diprediksi, mengakibatkan model-model manajemen (permukiman) perkotaan yang cenderung pasif dan hanya mengandalkan mekanisme perijinan dan peraturan saja, selama ini dianggap tidak memadai. Banyak perubahan yang tidak dapat diprediksikan menuntut pengelola kota (urban planner) untuk selalu melakukan inovasi dan bersifat terbuka terhadap alternatif-alternatif baru untuk mengantisipasi perkembangan permukiman kota; (2) konflik ruang semakin meningkat pada beberapa dasawarsa mendatang. Konflik ini terutama disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan ruang perkotaan untuk berbagai kepentingan (salah satu ruang untuk permukiman) di satu sisi, serta kecenderungan tidak efektifnya model-model konvensional rencana ruang yang cenderung terlalu kaku dan deterministik di sisi lain; (3) Persoalan batas-batas administratif negara dan kota yang semakin kabur, terutama kaitannya terhadap pola investasi global yang cenderung diluar batas “kesanggupan” pengelola administrasi negara dan kota untuk mengarahkannya; Persoalan selanjutnya merupakan konsekuensi wajar dari ketiga persoalan diatas yakni menyangkut persoalan lingkungan dan kesenjangan ekonomi sosial. Proses-proses perkembangan dan perubahan ruang yang begitu cepat dan tidak dapat diprediksi, seringkali diikuti efek-efek negatif terhadap lingkungan perkotaan meliputi: (a) penurunan pemantauan pada konservasi lahan-lahan produktif; (b) penurunan kualitas lingkungan; (b) ketidakpekaan pada persoalan limbah; dan (d) pemborosan pemanfaatan ruang. Proses perkembangan perkotaan yang sangat komersial dan cenderung didasarkan pada mekanisme pasar bebas sekarang berdampak pada semakin lebarnya kesenjangan baik secara ekonomis maupun sosial masyarakat kota seperti akses tanah untuk publik (terbatasnya tanah untuk kepentingan publik). Kesenjangan ini, apabila tidak ditangani secara serius akan berdampak pada maraknya gejolak dan pergeseran masyarakat kota yang bersifat destruktif (Lim et.al., 1987).

Berdasarkan dari kelima persoalan yang dipaparkan di atas tadi, paper ini mencoba menjawab pertanyaan umum mengenai manajemen tanah untuk permukiman perkotaan serta kemungkinan aplikasi GIS untuk menjembatani tercapainya tujuan manajemen tanah perkotaan yang progresif. Bahan diskusi mengenai manajemen tanah perkotaan, perlu kiranya dijabarkan melalui pertanyaan-pertanyaan penting untuk dikaji lebih jauh dalam paper ini, yaitu: (1) Apa arti manajemen perkotaan, apa cakupannya dan mengapa manajemen tanah perkotaan untuk permukiman lebih krusial untuk dibahas?; (2) Bagaimanakah peran SIG dalam menunjang manajemen tanah perkotaan terutama untuk mengatasi persoalan permukiman?; (3) Apa prasyarat yang perlu disiapkan untuk dapat mengaplikasikan SIG secara optimal?; dan (4) Apakah SIG dapat mendukung tujuan utama manajemen tanah perkotaan untuk permukiman?
           PELESTARIAN ARSITEKTUR KOTA

5.1. KONSEP PELESTARIAN KOTA DAN PERKEMBANGANNYA
Konsep pelestarian arsitektur dan bangunan kuno kota telah dicetuskan sejak lebih dari seratus tahun yang lalu, yaitu pada tahun1877 tatkala William Moris mendirikan Lembaga Pelestarian Bangunan Kuno (Society for the protection of ancient buildings). Sebelum itu, pada tahun 1700, Vanbrugh selaku arsitek dari Istana Bleinheim Inggris memang telah mulai merumuskan konsep pelestarian, akan tetapi masih belum melembaga. Peraturan dan Undang-undang yang pertama kali melandasi kebijakan dan pengawasan dalam bidang konservasi untuk melindungi lingkungan dan bangunan bersejarah dibuat pada tahun 1882, dalam bentuk Ancient Monuments Act. Di Indonesia sendiri, peraturan yang berkaitan dengan perlindungan bangunan kuno adalah Monumenten Ordonantie Stbl. 283/1931 (selanjutnya disebut dengan M.O. 1931).
Mula-mula konsepnya terbatas pada pelestarian atau dikenal dengan istilah Preservasi (Preservation), yaitu dengan mengembalikan atau membekukan monumen tersebut persis seperti keadaan semula di masa lampau. Dalam M.O. 1931 Pasal 1 disebut bahwa yang dianggap monumen dalam peraturan ini:
a)    Benda-benda bergerak maupun tak bergerak yang dibuat oleh tangan manusia, bagian atau kelompok benda-benda dan juga sisa-sisanya yang pokoknya berumur 50 tahun atau memiliki masa langgam yang sedikit-dikitnya berumur 50 tahun dan dianggap mempunyai nilai penting bagi prasejarah, sejarah atau kesenian.
b)    Benda-benda yang dianggap mempunyai nilai penting dipandang dari sudut palaeoanthropologi.
c)    Situs yang mempunyai petunjuk yang kuat dasarnya bahwa didalamnya terdapat benda-benda yang dimaksud pada point a dan point b.
Hal ini jelas menekankan bahwa pusat perhatian lebih banyak ditekankan pada peninggalan arkeologis. Mengenai batas umur yang ditentukan lebih dari 50 tahun, sebetulnya nenek moyang kita juga secara arif bijaksana telah mengatakan “kalau sudah melewati separuh abad atau 50 tahun, jangan sampai dihancurkan.” Sasaran pelestarian saat itu meliputi mulai dari dokumen tertulis, lukisan, patung, perabot, kemudian meningkat ke bangunan candi, keraton, rumah kuno.
Konsep pelestarian arsitektur kota kemudian berkembang, tidak hanya mencakup monumen, bangunan atau benda arkeologis saja melainkan juga lingkungan, taman, dan bahkan kota bersejarah.Untuk negara berkembang atau daerah tertentu yang memiliki keunikan kaidah perancangan arsitektur dan kekhasan gaya hidup, bahkan diajukan sebagai konservasi berswadaya yang menyangkut falsafah dan konsep dasar perancangan arsitektur tersebut akan memandu setiap perkembangan baru agar tetap selaras dengan lingkungan khas yang telah menjadi jati diri dan refleksi dari masyarakatnya.

5.2. PENGENALAN PELESTARIAN ARSITEKTUR KOTA
Pelestarian arsitektur kota yang umumnya dikenal dengan istilah konservasi merupakan payung dari semua kegiatan pelestarian sesuai dengan kesepakatan internasional yang telah dirumuskan dalam Piagam Burra Tahun 1981.
Beberapa batasan pengertian tentang istilah-istilah dasar yang disepakati dalam Piagam Burra, dijabarkan dibawah ini:
a)        Konservasi adalah segenap proses pengelolaan suatu tempat agar makna kultural yang dikandungnya terpelihara dengan baik. Konservasi dapat meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan dan sesuai situasi dan kondisi setempat dapat pula mencakup preservasi, restorasi, rekonstruksi, adaptasi dan revitalisasi.
b)        Preservasi adalah pelestarian suatu tempat seperti keadaan aslinya tanpa ada perubahan, termasuk upaya mencegah penghancuran.
c)         Restorasi/Rehabilitasi adalah mengembalikan suatu tempat ke keadaan semula dengan menghilangkan tambahan-tambahan dan memasang komponen semula tanpa menggunakan bahan baru.
d)        Rekonstruksi adalah mengembalikan suatu tempat semirip mungkin dengan keadaan semula, dengan menggunakan bahan lama maupun bahan baru.
e)         Revitalisasi/Adaptasi adalah merubah tempat agar dapat digunakan untuk fungsi yang lebih sesuai. Fungsi yang sesuai maksudnya adalah kegunaan yang tidak menuntut perubahan drastis, atau yang hanya memerlukan sedikit dampak minimal.
f)          Demolisi adalah penghancuran atau perombakan suatu bangunan yang sudah rusak atau membahayakan.
Beberapa perangkat atau metoda yang di gunakan tetap memperhatikan kondisi dan juga sifat permasalahan yang di hadapi oleh kawasan tersebut. Mohammad Danisworo merumuskan beberapa perangkat pelaksanaan peremajaan kota antara lain:

1.     Redevelopment (pembangunan kembali)
Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara melakukan pembongkaran sarana dan prasarana dari sebagian atau seluruhnya kawasan kota setelah dinyatakan tidak dapat dipertahankan lagi kehadirannya.

2.  Gentrifikasi
Upaya peningkatan vitalitas suatu kawasan  kota melalui upaya peningkatan kwalitas lingkungan, namun tanpa menimbulkan suatu perubahan yang cukup berarti dari struktur kawasan tersebut. Gentrifikasi bertujuan memperbaiki ekonomi suatu kawasan kota dengan mengandalkan kekuatan pasar dengan cara memanfaatkan berbagai sarana dan prasarana yang ada, meningkatkan kualitas berbagai sarana melalui berbagai program rehabilitasi atau renovasi tanpa melakukan pembongkaran yang berarti.

3.  Rehabilitasi
Pada dasarnya merupakan upaya untuk mengembalikan kondisi suatu bangunan atau unsur kawasan kota yang telaah mengalami kerusakan, degradasi atau kemunduran, kepada kondisi aslinya sehingga dapat berfungsi kembali sebagai mana mestinya.

4.  Preservasi
Pada dasarnya merupakan upaya untuk memelihara suatu tempat atau melestarikan, monument, bangunan atau lingkungan pada kondisi yang  ada dan menjaga proses perusakan.

5.  Konservasi
Upaya mempertahankan upaya untuk memelihara suatu tempat sedemikian rupa sehingga makna dari tempat tersebut dapat dipertahankan. Atau dengan kata lain konservasi merupakan upaya melestarikan , melindungi serta memanfaatkan sumberdaya suatu tempat, seperti gedung-gedung  tua yang memiliki nilai sejarah atau budaya, kawasan dengan nilai budaya dan tradisi yang mempunyai arti, kawasan dengan kepadatan penduduk yang ideal, cagar budaya, hutan lindung dan sebagainya.

6.  Renovasi
Adalah upaya untuk merubah sebagian atau beberapa bagian dari bangunan tua, terutama bagian dalamnya (interior), dengan demikian bangunan tersebut dapat beradaptasi untuk menampung fungsi/ kegunaan baru atau masih untuk fungsi yang sama  namun dengan persyaratan yang baru atau modern.

7.  Restorasi
Upaya untuk mengendalikan suatu tempat pada kondisi asalnya yang telah hilang tanpa menambah unsur-unsur baru kedalamnya.

8.  Rekonstruksi
Merupakan upaya untuk mengendalikan kondisi suatu tempat pada kondisi atau membangun kembali suatu tempat sedekat mungkin dengan wujud semula yang diketahui, rekonstruksi biasanya dilakukan untuk mengadakan kembali tempat-tempat yang telah rusak atau bahkan telah hampir punah sama sekali.

5.3.   ELEMEN PELESTARIAN KOTA
Menurut Indriastjario dalam tulisannya Pengembangan Konsep Ruang Komersial Rekreatif Pada Penataan Kawasan Bubakan, Kota Semarang.Vol 1. Hal 36. 2003  dikutif dari Prof. Eko Budiharjo, M.Sc, manfaat yang dapat di peroleh dari upaya pelestarian, antara lain :

1.     Konservasi
Menurut Prof. Budiharjo, M.Sc., dalam The Burra Charter for The Conservation of Places of Cultural Signifigance 1981, tentang preservasi dan konservasi suatu tinjauan teori kota, secara eksplisit diperoleh batasan pengertian konservasi yang mencakup seluruh proses kegiatan mulai dari preservasi, restorasi, rehabilitasi, rekonstruksi, adaptasi sampai revitalisasi.

1. Pelestarian memperkaya pengalaman visual, menyalurkan hasrat berkesinambungan, memberi kaitan berarti dengan masa lalu, serta member pilihan untuk tinggal dan bekerja disamping lingkungan modern.
2. Pada saat perubahan dan pertumbuhan terjadi secara cepat seperti saat ini, pelestarian lingkungan lama member suasana permanent yang menyegarkan.
3. Pelestarian memberi pengalaman psikologis bagi seseorang untuk dapat melihat, menyentuh, merasakan buktibukti sejarah.
4. Pelestarian mewariskan arsitektur, menyediakan catatan histories tentang Pengembangan Konsep Ruang Komersial Rekreatif masa lalu dan melambangkan keterbatasan kehidupan manusia.
5. Pelestarian lingkungan lama adalah salah satu asset komersial dalam kegiatan wisata internasional.

2.     Revitalisasi
Revitalisasi adalah suatu bentuk metoda konservasi untuk menghidupkan kembali suatu kawasasn bengan pengembangan fungsi baru tanpa meninggalkan nilai-nilai lama dan jiwa tempat tersebut. Sedangkamn menurut Ir. Harry Miarsono, M.Arch., revitalisasi adalah merubah suatu tempat agar dapat digunakan unutk fungsi yang lebih sesuai, dimana tidak menuntut perubahan drastic atau hanya memerlukan sedikit dampak. Suatu area pelestarian tidak harus menjadi area yang mati tetapi kegiatan social, ekonomi, dan budidayanya justru perlu dikembangkan dan ditingkatkan secara selektif dan bangunan baru harus diadaptasi dengan bangunan kuno yang ada.

Obyek yang dapat direvitalisasi antara lain peninggalan kebudayaan yang merupakan materi alam yang berupa peninggalan arsitektur, sejarah dan arkeologi. Oleh karena itu lingkup revitalisasi adalah peninggalan kebudayaan atau artefak dan lingkup buatan yang meliputi bangunan. Program revitalisai mencakup strategi yang akan diterapkan pada masing-masing obyek yang memiliki potensi-potensi untuk divitalkan kembali dalam konteks kawasan. Dari strategi vitalisasi tersebut akan menentukkan obyek-obyek mana yang akan direstoasi, rekonstruksi, preservasi, adaptasi/revitralisasi, maupun yang ditambahkan dalam usaha menghidupkan, memvitalkan, dan mengaktifkan kembali kawasan tersebut sehingga dapat berkembang menjadi asset wisata budaya.

Rumah dan Fungsi Rumah

Definisi dan Fungsi Rumah Tinggal

Definisi Rumah Tinggal

1. Dalam pengertian yang luas, rumah bukan hanya sebuah bangunan (struktural), melainkan juga tempat kediaman yang memenuhi syarat-syarat kehidupan yang layak, dipandang dari berbagai segi kehidupan masyarakat. Rumah dapat dimengerti sebagai tempat perlindungan, untuk menikmati kehidupan, beristirahat dan bersuka ria bersama keluarga. Di dalam rumah, penghuni memperoleh kesan pertama dari kehidupannya di dalam dunia ini. Rumah harus menjamin kepentingan keluarga, yaitu untuk tumbuh, memberi kemungkinan untuk hidup bergaul dengan tetangganya, dan lebih dari itu, rumah harus memberi ketenangan, kesenangan, kebahagiaan, dan kenyamanan pada segala peristiwa hidupnya. (Frick,2006:1).

2.  Rumah merupakan sebuah bangunan, tempat manusia tinggal dan melangsungkan kehidupannya. Disamping itu rumah juga merupakan tempat berlangsungnya proses sosialisasi pada saat seorang individu diperkenalkan kepada norma dan adat kebiasaan yang berlaku di dalam suatu masyarakat.Jadi setiap perumahan memiliki sistem nilai yang berlaku bagi warganya.Sistem nilai tersebut berbeda antara satu perumahan dengan perumahan yang lain, tergantung pada daerah ataupun keadaan masyarakat setempat. (Sarwono dalam Budihardjo, 1998 : 148).

3. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. (UU No.4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman).

4.   Rumah adalah bangunan untuk tempat tinggal (Kamus Bahasa Indonesia, 1997).

5.  Dalam arti umum, rumah adalah bangunan yang dijadikan tempat tinggal selama jangka waktu tertentu. Rumah bisa menjadi tempat tinggal manusia maupun hewan, namun tempat tinggal yang khusus bagi hewan biasa disebut sangkar, sarang, atau kandang. Sedangkan dalam arti khusus, rumah mengacu pada konsep-konsep sosial-kemasyarakatan yang terjalin di dalam bangunan tempat tinggal, seperti keluarga, tempat bertumbuh, makan, tidur,beraktivitas, dll. (Wikipedia, 2012).

6. Rumah merupakan suatu bangunan, tempat manusia tinggal dan melangsungkan kehidupannya. Disamping itu rumah juga merupakan tempat berlangsungnya proses sosialisasi pada saat seorang individu diperkenalkan kepada norma dan adat kebiasaan yang berlaku di dalam suatu masyarakat. Jadi setiap perumahan memiliki sistem nilai yang berlaku bagi warganya. Sistem nilai tersebut berbeda antara satu perumahan dengan perumahan yang lain, tergantung pada daerah ataupun keadaan masyarakat setempat. (Sarwono dalam Budihardjo, 1998 : 148)

Fungsi Rumah Tinggal

1.   Turner (dalam Jenie, 2001 : 45), mendefinisikan tiga fungsi utama yang terkandung       dalam sebuah rumah tempat bermukim, yaitu :
a. Rumah sebagai penunjang identitas keluarga (identity) yang diwujudkan pada kualitas    hunian atau perlindungan yang diberikan oleh rumah. Kebutuhan akan tempat tinggal  dimaksudkan agar penghuni dapat memiliki tempat berteduh guna melindungi diri dari iklim setempat.
b. Rumah sebagai penunjang kesempatan (opportunity) keluarga untuk berkembang  dalam kehidupan sosial budaya dan ekonomi atau fungsi pengemban keluarga. Kebutuhan berupa akses ini diterjemahkan dalam pemenuhan kebutuhan sosial dan kemudahan ke tempat kerja guna mendapatkan sumber penghasilan.
c. Rumah sebagai penunjang rasa aman (security) dalam arti terjaminnya. keadaan keluarga di masa depan setelah mendapatkan rumah. Jaminan keamanan atas lingkungan perumahan yang ditempati serta jaminan keamanan berupa kepemilikan rumah dan lahan (the form of tenure).

2.  Rumah berfungsi sebagai wadah untuk lembaga terkecil masyarakat manusia,yang sekaligus dapat dipandang sebagai “shelter” bagi tumbuhnya rasa aman atau terlindung. Rumah juga berfungsi sebagai wadah bagi berlangsungnya segala aktivitas manusia yang bersifat intern dan pribadi. Jadi, rumah tidak semata-mata merupakan tempat bernaung untuk melindungi diri dari segala bahaya, gangguan dan pengaruh fisik belakang melainkan juga merupakan tempat bernaung untuk melindungi diri dari segala bahaya, gangguan, dan pengaruh fisik belaka, melainkan juga merupakan tempat tinggal, tempat berisitirahat setelah menjalani perjuangan hidup sehari-hari. (Ridho, 2001 : 18)

3.    Secara garis besar, rumah memiliki fungsi (Doxiadis dalam Dian, 2009), yaitu:
a. Rumah harus memenuhi kebutuhan pokok jasmani manusia.
b. Rumah harus memenuhi kebutuhan pokok rohani manusia.
c. Rumah harus melindungi manusia dari penularan penyakit.
d. Rumah harus melindungi manusia dari gangguan luar.
e. Rumah menunjukan tempat tinggal.
f. Rumah merupakan mediasi antara manusia dan dunia.

     g. Rumah merupakan arsenal, yaitu tempat manusia mendapatkan kekuatan kembali.