Kamis, 13 Juni 2013

PELESTARIAN ARSITEKTUR KOTA 
Buku Ajar Arsitektur Kota ini akan diuraikan teori pelestarian arsitektur kota yang diarahkan untuk mengerti berbagai informasi pengetahuan tentang teori-teori pelestarian arsitektur kota secara terperinci. Pada materi teori pelestarian arsitektur kota ini akan dijabarkan mengenai konsep pelestarian kota, pengenalan teori pelestarian arsitektur kota, elemen pelestarian Kota dan teori pembentuk image kota. Pada materi ini diharapkan mahasiswa akan mampu mengerti teori pelestarian arsitektur kota dan mengimplementasikan pada arsitektur kota-kota di Indonesia melalui analisa penanda kota dan elemen pelestarian kota.

5.1. KONSEP PELESTARIAN KOTA DAN PERKEMBANGANNYA
Konsep pelestarian arsitektur dan bangunan kuno kota telah dicetuskan sejak lebih dari seratus tahun yang lalu, yaitu pada tahun1877 tatkala William Moris mendirikan Lembaga Pelestarian Bangunan Kuno (Society for the protection of ancient buildings). Sebelum itu, pada tahun 1700, Vanbrugh selaku arsitek dari Istana Bleinheim Inggris memang telah mulai merumuskan konsep pelestarian, akan tetapi masih belum melembaga. Peraturan dan Undang-undang yang pertama kali melandasi kebijakan dan pengawasan dalam bidang konservasi untuk melindungi lingkungan dan bangunan bersejarah dibuat pada tahun 1882, dalam bentuk Ancient Monuments Act. Di Indonesia sendiri, peraturan yang berkaitan dengan perlindungan bangunan kuno adalah Monumenten Ordonantie Stbl. 283/1931 (selanjutnya disebut dengan M.O. 1931).
Mula-mula konsepnya terbatas pada pelestarian atau dikenal dengan istilah Preservasi (Preservation), yaitu dengan mengembalikan atau membekukan monumen tersebut persis seperti keadaan semula di masa lampau. Dalam M.O. 1931 Pasal 1 disebut bahwa yang dianggap monumen dalam peraturan ini:
a)    Benda-benda bergerak maupun tak bergerak yang dibuat oleh tangan manusia, bagian atau kelompok benda-benda dan juga sisa-sisanya yang pokoknya berumur 50 tahun atau memiliki masa langgam yang sedikit-dikitnya berumur 50 tahun dan dianggap mempunyai nilai penting bagi prasejarah, sejarah atau kesenian.
b)    Benda-benda yang dianggap mempunyai nilai penting dipandang dari sudut palaeoanthropologi.
c)    Situs yang mempunyai petunjuk yang kuat dasarnya bahwa didalamnya terdapat benda-benda yang dimaksud pada point a dan point b.
Hal ini jelas menekankan bahwa pusat perhatian lebih banyak ditekankan pada peninggalan arkeologis. Mengenai batas umur yang ditentukan lebih dari 50 tahun, sebetulnya nenek moyang kita juga secara arif bijaksana telah mengatakan “kalau sudah melewati separuh abad atau 50 tahun, jangan sampai dihancurkan.” Sasaran pelestarian saat itu meliputi mulai dari dokumen tertulis, lukisan, patung, perabot, kemudian meningkat ke bangunan candi, keraton, rumah kuno.
Konsep pelestarian arsitektur kota kemudian berkembang, tidak hanya mencakup monumen, bangunan atau benda arkeologis saja melainkan juga lingkungan, taman, dan bahkan kota bersejarah.Untuk negara berkembang atau daerah tertentu yang memiliki keunikan kaidah perancangan arsitektur dan kekhasan gaya hidup, bahkan diajukan sebagai konservasi berswadaya yang menyangkut falsafah dan konsep dasar perancangan arsitektur tersebut akan memandu setiap perkembangan baru agar tetap selaras dengan lingkungan khas yang telah menjadi jati diri dan refleksi dari masyarakatnya.

5.2. PENGENALAN PELESTARIAN ARSITEKTUR KOTA
Pelestarian arsitektur kota yang umumnya dikenal dengan istilah konservasi merupakan payung dari semua kegiatan pelestarian sesuai dengan kesepakatan internasional yang telah dirumuskan dalam Piagam Burra Tahun 1981.
Beberapa batasan pengertian tentang istilah-istilah dasar yang disepakati dalam Piagam Burra, dijabarkan dibawah ini:
a)        Konservasi adalah segenap proses pengelolaan suatu tempat agar makna kultural yang dikandungnya terpelihara dengan baik. Konservasi dapat meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan dan sesuai situasi dan kondisi setempat dapat pula mencakup preservasi, restorasi, rekonstruksi, adaptasi dan revitalisasi.
b)        Preservasi adalah pelestarian suatu tempat seperti keadaan aslinya tanpa ada perubahan, termasuk upaya mencegah penghancuran.
c)         Restorasi/Rehabilitasi adalah mengembalikan suatu tempat ke keadaan semula dengan menghilangkan tambahan-tambahan dan memasang komponen semula tanpa menggunakan bahan baru.
d)     Rekonstruksi adalah mengembalikan suatu tempat semirip mungkin dengan keadaan semula, dengan menggunakan bahan lama maupun bahan baru.
e)         Revitalisasi/Adaptasi alah merubah tempat agar dapat digunakan untuk fungsi yang lebih sesuai. Fungsi yang sesuai maksudnya adalah kegunaan yang tidak menuntut perubahan drastis, atau yang hanya memerlukan sedikit dampak minimal.
f)          Demolisi adalah penghancuran atau perombakan suatu bangunan yang sudah rusak atau membahayakan.
Beberapa perangkat atau metoda yang di gunakan tetap memperhatikan kondisi dan juga sifat permasalahan yang di hadapi oleh kawasan tersebut. Mohammad Danisworo merumuskan beberapa perangkat pelaksanaan peremajaan kota antara lain:

1.     Redevelopment (pembangunan kembali)
Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara melakukan pembongkaran sarana dan prasarana dari sebagian atau seluruhnya kawasan kota setelah dinyatakan tidak dapat dipertahankan lagi kehadirannya.

2.  Gentrifikasi
Upaya peningkatan vitalitas suatu kawasan  kota melalui upaya peningkatan kwalitas lingkungan, namun tanpa menimbulkan suatu perubahan yang cukup berarti dari struktur kawasan tersebut. Gentrifikasi bertujuan memperbaiki ekonomi suatu kawasan kota dengan mengandalkan kekuatan pasar dengan cara memanfaatkan berbagai sarana dan prasarana yang ada, meningkatkan kualitas berbagai sarana melalui berbagai program rehabilitasi atau renovasi tanpa melakukan pembongkaran yang berarti.

3.  Rehabilitasi
Pada dasarnya merupakan upaya untuk mengembalikan kondisi suatu bangunan atau unsur kawasan kota yang telaah mengalami kerusakan, degradasi atau kemunduran, kepada kondisi aslinya sehingga dapat berfungsi kembali sebagai mana mestinya.

4.  Preservasi
Pada dasarnya merupakan upaya untuk memelihara suatu tempat atau melestarikan, monument, bangunan atau lingkungan pada kondisi yang  ada dan menjaga proses perusakan.

5.  Konservasi
Upaya mempertahankan upaya untuk memelihara suatu tempat sedemikian rupa sehingga makna dari tempat tersebut dapat dipertahankan. Atau dengan kata lain konservasi merupakan upaya melestarikan , melindungi serta memanfaatkan sumberdaya suatu tempat, seperti gedung-gedung  tua yang memiliki nilai sejarah atau budaya, kawasan dengan nilai budaya dan tradisi yang mempunyai arti, kawasan dengan kepadatan penduduk yang ideal, cagar budaya, hutan lindung dan sebagainya.

6.  Renovasi
Adalah upaya untuk merubah sebagian atau beberapa bagian dari bangunan tua, terutama bagian dalamnya (interior), dengan demikian bangunan tersebut dapat beradaptasi untuk menampung fungsi/ kegunaan baru atau masih untuk fungsi yang sama  namun dengan persyaratan yang baru atau modern.

7.  Restorasi
Upaya untuk mengendalikan suatu tempat pada kondisi asalnya yang telah hilang tanpa menambah unsur-unsur baru kedalamnya.

8.  Rekonstruksi
Merupakan upaya untuk mengendalikan kondisi suatu tempat pada kondisi atau membangun kembali suatu tempat sedekat mungkin dengan wujud semula yang diketahui, rekonstruksi biasanya dilakukan untuk mengadakan kembali tempat-tempat yang telah rusak atau bahkan telah hampir punah sama sekali.

5.3.   ELEMEN PELESTARIAN KOTA
Menurut Indriastjario dalam tulisannya Pengembangan Konsep Ruang Komersial Rekreatif Pada Penataan Kawasan Bubakan, Kota Semarang.Vol 1. Hal 36. 2003  dikutif dari Prof. Eko Budiharjo, M.Sc, manfaat yang dapat di peroleh dari upaya pelestarian, antara lain :

1.     Konservasi
Menurut Prof. Budiharjo, M.Sc., dalam The Burra Charter for The Conservation of Places of Cultural Signifigance 1981, tentang preservasi dan konservasi suatu tinjauan teori kota, secara eksplisit diperoleh batasan pengertian konservasi yang mencakup seluruh proses kegiatan mulai dari preservasi, restorasi, rehabilitasi, rekonstruksi, adaptasi sampai revitalisasi.

1. Pelestarian memperkaya pengalaman visual, menyalurkan hasrat berkesinambungan, memberi kaitan berarti dengan masa lalu, serta member pilihan untuk tinggal dan bekerja disamping lingkungan modern.
2. Pada saat perubahan dan pertumbuhan terjadi secara cepat seperti saat ini, pelestarian lingkungan lama member suasana permanent yang menyegarkan.
3. Pelestarian memberi pengalaman psikologis bagi seseorang untuk dapat melihat, menyentuh, merasakan buktibukti sejarah.
4. Pelestarian mewariskan arsitektur, menyediakan catatan histories tentang Pengembangan Konsep Ruang Komersial Rekreatif masa lalu dan melambangkan keterbatasan kehidupan manusia.
5. Pelestarian lingkungan lama adalah salah satu asset komersial dalam kegiatan wisata internasional.

2.     Revitalisasi
Revitalisasi ialah suatu bentuk metoda konservasi untuk menghidupkan kembali suatu kawasasn bengan pengembangan fungsi baru tanpa meninggalkan nilai-nilai lama dan jiwa tempat tersebut. Sedangkamn menurut Ir. Harry Miarsono, M.Arch., revitalisasi adalah merubah suatu tempat agar dapat digunakan unutk fungsi yang lebih sesuai, dimana tidak menuntut perubahan drastic atau hanya memerlukan sedikit dampak. Suatu area pelestarian tidak harus menjadi area yang mati tetapi kegiatan social, ekonomi, dan budidayanya justru perlu dikembangkan dan ditingkatkan secara selektif dan bangunan baru harus diadaptasi dengan bangunan kuno yang ada.

Obyek yang dapat direvitalisasi antara lain peninggalan kebudayaan yang merupakan materi alam yang berupa peninggalan arsitektur, sejarah dan arkeologi. Oleh karena itu lingkup revitalisasi adalah peninggalan kebudayaan atau artefak dan lingkup buatan yang meliputi bangunan. Program revitalisai mencakup strategi yang akan diterapkan pada masing-masing obyek yang memiliki potensi-potensi untuk divitalkan kembali dalam konteks kawasan. Dari strategi vitalisasi tersebut akan menentukkan obyek-obyek mana yang akan direstoasi, rekonstruksi, preservasi, adaptasi/revitralisasi, maupun yang ditambahkan dalam usaha menghidupkan, memvitalkan, dan mengaktifkan kembali kawasan tersebut sehingga dapat berkembang menjadi asset wisata budaya.