Jumat, 24 Mei 2013


TEORI PERMUKIMAN (EKISTICS THEORY)
Pemikiran awal tentang permukiman atau dalam bahasa Yunani dikenal dengan istilah ekistics telah dimulai sejak tahun 1940-an. Namun, sebagai ilmu, ekistics baru ditulis lebih sistimastis oleh Constantinos A. Doxiadis sebagai orang pertama yang mengembangkan Ilmu Ekistics, pada tahun 1967. Doxiadis tertarik untuk menulis ilmu permukiman karena perhatiannya yang besar pada masyarakat kurang beruntung dan tinggal di permukiman kumuh. Dia mengatakan: “…my thought take me to those who have suffered so much because of the lack of proper settlements, and have forces me to open my eyes to this great problem.. …they were always the same men, women and children for they were always human beings”(Doxiadis, 1967 dalam Winarso, 2013).
CA Doxiadis adalah orang Yunani yang lahir pada tahun 1913 dari keluarga yang berperan besar dalam memukimkan kembali pengungsi di Yunani di antara dua perang dunia. Ayah Doxiadis adalah seorang dokter anak yang menduduki jabatan menteri yang bertanggung jawab pada pemukiman kembali para pengungsi, kesejahteraan sosial dan kesehatan masyarakat. Doxiadis mendapat pendidikan formal di Yunani dan menyelesaikan sarjana Arsitektur di Technical University of Athens pada tahun 1935. Ia kemudian bekerja dan meneruskan sekolah di Berlin-Charlottenburg University. Mendapatkan gelar Dr. Ing. Dengan judisium penghargaan pada tahun 1936. Doxiades meninggal pada tanggal 28 Juni 1978. Dua puluh lima tahun setelah Doxiadis meninggal, permasalahan permukiman masih saja ada. Di beberapa negara berkembang, termasuk Indonesia, masalah permukiman semakin
berat, terutama ketika pengaruh informasi global memasuki kehidupan manusia di permukiman kumuh di perkotaan. Ada perasaan termarjinalkan di kalangan pemukim permukiman kumuh dan merasa ada gap yang besar antara the have dan the have not. Usaha Doxiadis mendapatkan preskripsi dalam menyelesaikan permasalahan permukiman belum menunjukkan hasil seperti yang diharapkan. Namun, paling tidak, usahanya memberi tambahan pendekatan pemikiran yang diakui keabsahannya dalam wacana akademik.
Ekistics sebagai suatu pendekatan untuk menjelaskan terjadinya atau untuk menganalisis apa yang terjadi dalam suatu permukiman merupakan pendekatan yang netral yang dapat digunakanuntuk menganalisa apa yang terjadi dalam permukiman dimana saja. Sebagai ilmu untuk melakukan preskripsi, kelihatannya Ekistics masih harus banyak meminjam ilmu lain yang sudah ada dan bahkan sudah lebih mapan. Di Indonesia perkembangan penataan ruang yang didalamnya termasuk penataan permukiman, pada tiga dasa warsa terakhir banyak dipengaruhi oleh pemikiran yang lebih dulu berkembang di Barat, dibawa ke Indonesia oleh ahli dan birokrat Indonesia yang belajar di sana. Dalam keadaan itu, pendekatan Ekistics dibawa ke Indonesia dan dipakai secara sengaja maupun tidak dalam perencanaan tata ruang untuk permukiman.
Ekistics sebagai ilmu membicarakan mengenai perkembangan permukiman yang semakin membesar mulai dari unit yang paling kecil (room, dwelling, dwelling group, small neigborhood) hingga metropolis, megalopolis, urban region, urban continent sampai ke Eucomenopolis (kota dunia). Upaya harus terus dilakukan untuk mengatasi persoalan yang semakin kompleks akibat pertambahan penduduk yang tinggi. Dalam kaitan ini, teori Ekistics masih relevan untuk dipakai sebagai salah satu alat untuk menjelaskan dan untuk mencarai preskripsi perencanaan di Indonesia di masa depan bersama teori lain yang sudah lebih mapan.
Doxiadis (1969) menyatakan bahwa permukiman adalah tempat manusia hidup dan berkehidupan. Oleh karenanya, suatu permukiman terdiri atas isi (the content) yaitu manusia dan tempat fisik manusia tinggal yang meliputi elemen alam dan buatan manusia (the container). Dalam pengertian ini, Doxiadis mengatakan, permukiman tidak hanya digambarkan dalam tiga demensi saja, tetapi harus empat dimensi, oleh karena ada unsur manusia yang hidup dan selalu berubah karakter dan budayanya dalam kerangka waktu. Lebih jauh, isi dan tempat dapat dibagi lagi menjadi lima elemen utama yang disebut sebagai elemen Ekistics: (1) Alam (Nature), memberikan pondasi tempat permukiman terbentuk atau dibentuk dan kerangka yang di dalamnya suatu permukiman dapat berfungsi; (2) Manusia (Man); (3) Masyarakat (Society);(4) Bangunan/ Struktur Ruang (Shells), suatu struktur yang di dalamnya manusia dapat hidup  dan berkehidupan sesuai fungsinya; (5) Jejaring (network), baik yang alamiah maupun yang buatan yang memfasilitasi berfungsinya suatu permukiman (misalnya Jalan, listrik, air).
            Kelima elemen itu bekerja bersama dalam suatu permukiman. Argumentasi Doxiadis mengenai perlunya ilmu yang khusus mempelajari permukiman adalah karena selama ini ilmu-ilmu yang bersentuhan dengan permukiman masih terpisah-pisah. Termasuk didalamnya: ilmu ekonomi, imu-ilmu sosial, politik, teknik dan kebudayaan. Ilmu-ilmu ini menjelaskan lima elemen utama ekistics tersebut di atas secara parsial.Ekistics menawarkan kombinasi dari ilmu-ilmu tersebut menjadi kesatuan pemikiran, sehingga dikatakan Ekistics adalah ilmu mengenai permukiman. 

2 komentar: