PENGERTIAN PERMUKIMAN INFORMAL
Sebelum
membahas kompleksitas permasalahan permukiman informal adalah argumentasi
pertama kali yaitu merumuskan definisi permukiman informal sebagai pengertian
standar secara umum dalam penelitian ini untuk mengantisipasi kesalah persepian
dalam pengertian. Usaha-usaha untuk menemukan dan mengklasifikasikan permukiman
informal di negara-negara berkembang, meskipun akan menemui berbagai kendala
karena konsep dan teori ini sangat komplek dan beragam berdasarkan konteks
fisik, sosial, budaya dan ekonomi.
Di dalam
berbagai literatur istilah pemukiman
informal merupakan sebutan lain dari Informal
settlement adalah suatu areal
permukiman di suatu kota yang dihuni oleh masyarakat sangat miskin dan tidak mempunyai kepemilikan
lahan legal. Oleh sebab itu mereka menempati lahan-lahan kosong ditengah kota
baik yang berupa lahan privat maupun lahan umum.(Srinivas, 2005). Sedangkan menurut peraturan kepemilikan tanah, pembangunan tanah dan
bangunan terdapat definisi perumahan yang lebih mengarah kepada pasar perumahan
(housing market). Secara garis besar terbagi dalam dua sektor, yaitu: 1) Sektor
Formal; dan 2) Sektor Informal. Sektor Formal mengacu pada pembangunan
perumahan yang dibangun berdasarkan beberapa peraturan pembangunan dan melalui
prosedur legal. Sedangkan sektor informal mengacu pada pembangunan tanpa
melalui peraturan membangun dan tanpa melalui prosedur legal.
Berdasarkan
sektor formal ini sistem produksi dan pengadaan perumahan dibagi dua sistem
pengadaan, yaitu: 1) pertama, perumahan yang diproduksi oleh pemerintah umumnya
tidak ada motivasi mencari keuntungan; dan 2) kedua, perumahan yang diproduksi
oleh perusahaan swasta/pengembang swasta adalah penyedia perumahan dengan
motivasi mencari keuntungan. Sektor formal hanya mampu menyediakan 20%
kebutuhan rumah secara umum, sedangkan di negara-negara berkembang hanya mampu
memfasilitasi 10% saja kebutuhan perumahan. Sementara sektor informal lebih
banyak berperan dalam pengadaan
perumahan dengan berbagai proses dan kompleksitas penyediaaanya mampu menyediakan
sekitar 90% perumahan terutama di negara-negara berkembang. Di dalam permukiman
informal ini banyak istilah yang digunakan, antara lain: low-income settlements, Spontaneous,
Unplanned, Squatter, Slum, Popular settlement, Self-help housing etc.(Herrle,
i 981).
UN-Habibat mendefinisikan “Slums” sebagai berikut: “Slums” as contiguous settlements where its
habitats have insecure residential status, inadequate access to safe water,
inadequate access to sanitation and other basic infrastructure and services,
poor structural housing quality and overcrowding.The lack of security of
tenure, or protection among evictions is pointed as a main common
characteristic of these kinds of settlements.
Popular settlement antara lain: Villas
miserias (Argentina); Favelas, Alagados (Brazil); Callampas (Chile); Barriadas,
Barrios piratas, Tugorios (Colombia); Barrios (Equador); Bustees (India);
Kampung (Indonesia); Barong-baronghs (Philippines); Gececondus (Turkey).
(Abrams, 1966; Palmer and Patton, 1988)
.
Tulisan menarik bu Noor, hanya jangan terjebak dengan pengertian dan parameter dari "barat" karena dgn kacamata mereka maka "kampung" terutama kampung kota akan disebut permukiman informal...padahal "kampung (khas Indonesia)" mempunyai nilai lebih daripada hya sekedar sebuah permukiman..
BalasHapus